Kamis, 04 Oktober 2012

PELAKSANAAN AMDAL DI INDONESIA


Dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan, lingkungan perlu dijaga kerserasian hubungan antar berbagai kegiatan. Salah satu instrumen pelaksanaan kebijaksanaan lingkungan adalah AMDAL sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UULH. Sebagai pelaksanaan Pasal 16 UULH, pada tanggal 5 Juni 1986 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang mulai berlaku tanggal 5 Juni 1987 berdasarkan Pasal 40 PP tersebut.
Dalam upaya melestarikan kemampuan lingkungan, analisis mengenai damapak lingkungan bertujuan untuk menjaga agar kondisi lingkungan tetap berada pada suatu derajat mutu tertentu demi menjamin kesinambungan pembangunan. Peranan instansi yang berwenang memberikan keputusan tentang proses analisis mengenai dampak lingkungan sudah jelas sangat penting. Keputusan yang diambil aparatur dalam proses administrasi yangditempuh pemrakarsa sifatnya sangat menentukan terhadap mutu lingkungan, karena AMDAL berfungsi sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan.
Pada waktu berlakunya PP No. 29 Tahun 1986, pemerintah bermaksud memberikan waktu yang cukup memadai yaitu selama satu tahun untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan efektifitas berlakunya PP tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan persiapan tenaga ahli penyusun AMDAL. Di samping itu diperlukan pula waktu untuk pembentukan Komisi Pusat dan Komisi Daerah yang merupakan persyaratan esensial bagi pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 tersebut. PP 29 Tahun 1986 kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang diberlakukan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perbedaan utama antara PP tahun 1986 dengan PP tahun 1993 adalah ditiadakannya dokumen penyajian informasi lingkungan (PIL) dan dipersingkatnya tenggang waktu prosedur (tata laksana) AMDAL dalam PP yang baru. PIL berfungsi sebagai filter untuk menentukan apakah rencana kegiatan dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan atau tidak.       
Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencanaan kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, proses penyusunan dan pengesahan AMDAL harus merupakan bagian dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini proyek-proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain, studi AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya-upaya untuk meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.
Instrumen AMDAL dikaitkan dengan sistem perizinan. Menurut Pasal 5 PP Nomor 51 Tahun 1993, keputusan tentang pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau kegiatan dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan yang dirasakan dalam PP Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Namun, upaya penyempurnaan itu ternyata tidak tercapai, bahkan terdapat ketentuan baru yang menyangkut konsekuensi yuridis yang rancu (Pasal 11 ayat (1) PP AMDAL 1993). Meski demikian yang penting dalam PP AMDAL 1993 ialah Studi Evaluasi Dampak Lingkungan (SEMDAL) bagi kegiatan yang sedang berjalan pada saat berlakunya PP AMDAL 1986 menjadi ditiadakan., sehingga AMDAL semata-mata diperlukan bagi usaha atau kegiatan yang masih direncanakan. Selanjutnya PP Nomor 51 Tahun 1993 dicabut  dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.

HISTORISITAS PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAG IV


A.      Latar Historis Perkembangan Iptek
·           Sejarah Peradaban Jaman Pra-sejarah (s/d 500 M)
Apabila dibandingkan dengan peradaban India, Cina, dan Yunani-Eropa sejauh ditemukan bukti-bukti arkeologisnya, peradaban nenek moyang bangsa Indonesia termasuk “tertinggal”. Sementara bangsa India dan Cina memulai jaman “sejarah” (dikenal tulisan) pada ± 2000 SM, bangsa Indonesia baru mengenal “sejarah” pada ± 400 M dengan ditemukannya tulisan Pallawa dengan bahasa Sansekerta di Kutai. Sumber sejarah paling tua justru diperoleh dari laporan perjalanan ekspedisi WuTi (Dinasti Han) ± 100 SM. Dari laporan tersebut diperoleh gambaran bahwa pada masa itu nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal pertanian dan pelayaran. Dengan demikian nilai-nilai hidup bermasyarakat sudah muncul, baik terkait dengan hubungan horizontal maupun vertikal. Dari artefak kebudayaan Megalitik yang ditemukan “agama asli” bangsa Indonesia bersifat anismistis.
·           Sejarah Peradaban Jaman Purba (500 – 1500)
Perkembangan peradaban Indonesia pada Jaman Purba di tandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang berbasis pada Hinduisme dan Budhisme. Bentang sejarah Jaman Purba di mulai dari munculnya kerajaan Tarumanegara (± 500) hingga “runtuhnya” peradaban Hindu bersamaan dengan surutnya kerajaan Majapahjit (± 1293 – 1528). Selama kurun waktu ini terjadi dua kali “Integrasi Politik” yang besar, yakni di Sriwijaya (± 700) dan Majapahit. Dengan munculnya kerajaan-kerajaan  tersebut, interaksi dengan bangsa lain semakin terbuka bahkan pada masanya , kedua kerajaan tersebut sangat diperhitungkan dalam peta politik regional. Selain aspek pemerintahan, perniagaan, dan hukum juga berkembang.  Bila jaman ini dikenali sebagai jaman yang banyak dipengaruhi, maka di India sendiri ± 700 masuk agama Parsi dan 997 – 1030 Moh. Ghazna membawa peradaban Islam masuk ke India. Di Eropa, jaman ini dikenal sebagai “jaman kegelapan”.
·           Sejarah Peradaban Jaman Madya (1500 – 1900)
Rentang Jaman Madya di mulai dari masuknya Islam di Nusantara, yakni di Samudra Pasai (1297) dan di Jawa 1369 hingga awal berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia yang di tandai dengan munculnya “politik etis”. Puncak peradaban Islan di Pasai adalah tahun 1350, sedangkan puncak peradaban Islan di Jawa pada 1613 – 1645 (Sultan Agung). Perpindahan dari kerajaan maritim (Majapahit) ke kerajaan “pedalaman/pertanian”. Pajang – Mataram menjadikan wilayah laut Nusantara “terbuka” bagi ‘bajak laut – bajak laut’ Eropa, Belanda (VOC) yang semula mengambil sikap tidak terlalu ‘campur tangan’ dengan urusan raja-raja Jawa, akhirnya berubah setelah utusannya tewas dalam peristiwa ‘Geger Kartasura’. Dengan demikian mulailah  masa-masa panjang penjajahan Belanda, meskipun sempat diantara masa-masa itu diduduki oleh Inggris 1811 – 1816.
Dari segi tata  nilai, selain berubahnya “kultur pesisiran” ke “kultur pedalaman”, penjajah Belanda mengenalkan “peradaban Eropa” pada elit politik Nusantara sambil terus memanfaatkan dan menetapkan (meneguhkan) struktur masyarakat feodalistis sejauh itu menguntungkan pihak Belanda.

HISTORISITAS PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAG III


3.                  Relasionalitas Ilmu dan Teknologi
·       Teknologi modern
-       didasarkan pada Hukum Ilmiah yang ditransformasikan ke dalam pedoman bagi tindakan, artinya Teknologi merupakan Penerapan Teori Ilmiah
·      Unsur-unsur Teknologi Modern
-       Pengetahuan
-       Ketrampilan
-       Peralatan
-       Penggunaan Teori atau Metode Ilmiah, yang menjadi petunjuk dalam
-       Pemilihan Tindakan
-       Untuk mewujudkan suatu Tujuan, guna
-       Pemecahan Masalah
·      Keterkaitan Ilmu dan Teknologi
1.    Ilmu dan Teknologi, berbeda pada Tujuan Akhirnya, dimana :
Teknologi merupakan suatu sistem adaptasi yang efisien untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan Akhir dari Teknologi adalah untuk memecahkan masalah-masalah material (konkret) manusia, atau untuk membawa pada perubahan-perubahan praktis yang diimpikan manusia. Sedangkan Ilmu, bertujuan untuk memahami, dan menerangkan fenomena fisik, biologis, psikologis, dan dunia sosial manusia secara empiris.
2.    Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk meningkatkan pikir manusia, ssedangkan Teknologi memusatkan diri pada manfaat dan tujuannya, yaitu untuk menambah kapasitas kerja manusia.
3.    Tujuan Ilmu, adalah memajukan pembangkitan pengetahuan, sedangkan tujuan Teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dalam membuat barang atau layanan
4.    Input Ilmu adalah pengetahuan, sedangkan Input Teknologi ada bermacam-macam : material alamiah, keahlian, tehnik, alat, mesin, dsb.
5.    Out-put Ilmu, adalah pengetahuan baru, sedangkan Out-put Teknologi adalah menghasilkan produk berdimensi tiga.

PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu standar yang tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga penting bagi kebijakan lingkungan sebaik mungkin. Adapun ciri-ciri pembanguan yang berkelanjutan meliputi:
1.      Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, secara langsung maupun tidak langsung.
2.      Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dalam arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi pengelolaan mampu menghasilkannya secara lestari.
3.      Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkelanjutan.
4.      Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus menerus.
5.      Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fngsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan datang. 
Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yang menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan dan/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari setiap kegiatan yang berkaitan, baik secara sektoral maupun regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan kerjasama antar berbagai lembaga. Salah satu lembaga yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keterpaduan antar sektor dalam pembangunan yang berkelanjutan ini adalah prosedur AMDAL yang merupakan sistem terpadu antar sektor yang membimbing dan menilai serta menyerasikan tindak lanjut dari hasil AMDAL suatu kegiatan di lokasi tertentu.
Penyelamatan dan pengelolaan lingkungan hidup serta proses pembangunan berkelanjutan pada umumnya merupakan suatu proses pembaruan yang memerlukan wawasan, sikap dan prilaku yang baru yang didukung oleh nilai-nilai dan kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi dengan kearifan tradisional mengenai lingkungan hidup dan keserasian lingkungan hidup dengan kependudukan.   
Peran serta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sumber daya alam menjadi milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya apabila seluruh masyarakat memahami dan memeliharanya.

PENENTUAN JARINGAN STASIUN HUJAN


Data hujan yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi biasanya adalah data curah hujan rerata dari daerah yang bersangkutan. Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan jaringan, data yang diperoleh semakin baik dan mewakili, tetapi pada prakteknya akan membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Sehingga para hidrogiwan diharapkan mampu menentukan suatu jaringan stasiun hujan yang dapat mewakili daerah yang diteliti (maupun daerah yang akan dibangun stasiun hujannya).

Banyak metoda dan prosedur yang ditawarkan dalam penentuan jaringan stasiun hujan, tetapi di Indonesia belum ditetapakan metoda yang baku. Praktikum kali ini memperkenalkan metoda yang ada. Badan meteorology dunia memberikan sarannya mengenai kerapatan minimum jaringan stasiun hujan adalah satu stasiun digunakan untuk melayani daerah seluas 100-250 km  bagi daerah yang mempunyai topografi pegunungan di daerah tropis, dan satu stasiun untuk melayani daerah seluas 600-900 km  untuk daerah daratan.
Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar-bernar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran dilakukan WMO (World Meteorological Office), 1970. Karena itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi harus dijamin bahwa:
a)      percikan tetesan hujan ke dalam dan ke luar penampung harus dicegah
b)     kehilangan dari reservoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin
c)      jika ada, salju haruslah melebur.
Sistem jaringan kerja alat penakar hujan harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemanfaatan data curah hujan yang akan dikumpulkan. Data hujan yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi biasanya adalah data curah hujan rerata dari daerah yang bersangkutan. Secara teoritis, semakin tinggi kerapatan jaringan, data yang didapat semakin baik dan mewakili, tetapi pada prakteknya akan membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Sehingga para hidrologiwan diharapkan mampu menemukan suatu jaringan stasiun hujan yang dapat mewakili daerah yang diteliti (maupun daerah yang akan dibangun stasiun hujannya).
Banyak metoda dan prosedur yang ditawarkan dalam penentuan jaringan stasiun hujan, tetapi di Indonesia belum ditetapkan metoda yang baku. Praktikum kali ini memperkenalkan beberapa metoda yang ada. Badan Meteorologi Dunia (WMO) memberikan sarannya mengenai kerapatan minimum jaringan stasiun hujan adalah satu stasiun, digunakan untuk melayani daerah seluas 100-250 km2 bagi daerah yang mempunyai topografi pegunungan di daerah tropis, dan satu stasiun untuk melayani daerah seluas 600-900 km2 untuk daerah daratan. Patokan ini bersifat umum, untuk daerah dengan karakteristik iklim dan topografi tertentu dan tergantung dari tingkat ketelitian hasil presipitasi yang dikehendaki, satu alat penakar hujan dapat mewakili daerah dengan luas berbeda dari ketentuan tersebut di atas.
Tingkat ketelitian hasil pengukuran curah hujan dalam suatu sistem jaringan kerja tergantung tidak hanya pada keseluruhan kerapatan alat-alat penakar hujan tetapi juga pada penyebaran alat-alat penakar hujan. Ketelitian pengukuran curah hujan tersebut di atas dapat ditingkatkan dengan cara mempertimbangkan pola variabilitas spasial curah hujan di tempat tersebut dan menggunakan pola variabilitas tersebut sebagai dasar penentuan jumlah dan keduduikanalat-alat panakar hujan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, alat-alat penakar hujan ditempatkan berdasarkan klasifikasi topografi, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan kedudukan/arah terhadap angin (aspect) (Clarke et al, 1973). Sesudah tipe penakar hujan dipilih, maka langkah selanjutnya adalah memutuskan jumlah minimum penakar yang dibutuhkan untuk suatu kawasan.
Metoda Wilson E. M (1974)
Wilson E. M memberikan tabel untuk menentukan kerapatan stasiun hujan berdasarkan keluasan dari DAS, seperti pada tabel berikut:
Jumlah Stasiun Hujan Yang Diperlukan Untuk Ukuran DAS Dengan Luas Tertentu

Luas DAS
Jumlah Stasiun Hujan
Mil2
Km2
10
26
2
100
260
6
500
1300
12
10000
2600
15
20000
5200
20
30000
7800
24
(Wilson E. M dalam Linsley, 1994)

Varshney, (1974) dalam bukunya yang berjudul Engineering Hydrology, memberikan usulan metoda untuk menetapkan stasiun hujan, sebagai berikut :
Menghitung jumlah curah hujan total dari keseluruhan stasiun (Pt)
Pt = P1 + P2 + …+ Pn
dimana :
P1 = curah hujan di stasiun ke-1
P2 = curah hujan di stasiun ke-2
Pn = curah huajn di stasiun ke-n
Menghitung hujan rata-rata DAS (Pm)
      Dimana :
      n = banyaknya stasiun hujan
Menghitung jumlah kuadrat curah hujan semua stasiun (Ss)
      Ss = P12 + P22 + …+ Pn2
Menhitung varians (S2)
Menghitung koefisien variasi (Cv)
Menghitung jumlah stasiun hujan optimum (N) dengan persentase kesalahan yang
            diterapkan (p)
Stasiun hujan yang harus dipasang lagi adalah sebanyak (N-n)
Sementara itu, Sofyan Dt. Majo Kayo (1988) telah mengadakan penelitian di DAS Cimanuk dengan tujuan untuk meneliti dan memilih lokasi stasiun hujan yang tepat serta mewakili suatu DAS.
Metode yang digunakan oleh Sofyan adalah dengan melakukan pembagian DAS Cimanuk menjadi beberapa kelompok (zone). Kemudian dari masing-masing zone dilakukan pemilihan stasiun hujan yang dianngap tepat serta mewakili sehingga akhirnya secara keseluruhan dari DAS biaqsa dihasilkan stasiun-stasiun hujan  yang terpilih.
Selanjutnya Sofyan membandingkan hasil perhitungan curah hujan rata-rata tahunan dari stasiun-stasiun yang terpilih untuk mengetahui persentase perbedaannya dengan rumus :
dimana :
Y         : persentase perbedaan / penyimpangan relative (%)
XI        : harga rata-rata curah hujan dari stasiun yang ada (mm)
XII      : harga rata-rata curah hujan tahunan dari stasiun hujan hasil pemilihan (mm)
Bila harga Y lebih kecil dari besar penyimpangan yang diijinkan maka pemilihan tersebut dapat diterima.

NO
Jangka Pengamatan (Thn)
Kemungkinan Kesalahan Terhadap Pengamatan Kerja Panjang (%)
1
1
+ 50 sampai -40
2
3
+ 27 sampai -24
3
5
+16  sampai -24
4
10
+ 6   sampai -8
5
20
+ 3   sampai -3
6
30
+ 2   sampai -2

Rabu, 03 Oktober 2012

HISTORISITAS PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAG II


2.             Pembahasan Pancasila secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila dan Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah, harus memenuhi “syarat ilmiah”, yakni dengan ciri-ciri pendektan ilmiah sebagai berikut :
-            Berobjek
-            Bermetode
-            Sistematis
-            Universal
-            Kebenaran Tentatif
Syarat Pertama bagi suatu ilmu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah
Bahwa ilmu pengetahuan itu harus memiliki Objek. Oleh karena itu pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang terdiri dari objek materi dan objek forma.
1.        Objek Materi Pancasila yakni objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris dan non-empiris.
2.        Objek Forma Pancasila, yakni sudut pandang tertentu dalam pengkajian Pancasila, yaitu dari sudut pandang apa Pancasila itu di bahas. Pancasila dapat di pandang dari beberapa sudut pandang, misalnya dari sudut pandang hukum maka pembahasan Pancasila di bahas dari sudut pandang Yuridis, dari sudut pandang filosofis maka Pancasila di bahas dari segi filosofinya yakni makna nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Syarat Kedua ilmu pengetahuan ilmiah adalah bahwa ilmu pengetahuan itu harus memiliki Metode, yakni suatu cara atau sistem pendekatan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif dari Pancasila. Misalnya : Secara analisis – sintesis terhadap permasalahan yang ada seperti historisitas terbentuknya Pancasila sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. Setelah di analisis permasalahan yang ada kemudian dilakukan perumusan masalah dalam bentuk hipotesis, di bahas dan selanjutnya dilakukan penyimpulan sehingga diperoleh pemahaman baru terhadap bahan kajian tersebut.
        Syarat Ketiga : Bersistem, artinya bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan dan antara bagian-bagian itu saling berhubungan, sehingga sila-sila Pancasila adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisah-pisahkan dan di bolak-balik dan bersifat koheren (runtut) sehingga merupakan satu kesatuan yang sistematis. Dalam hal ini sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis-piramidal, artinya Sila I mendasari dan menjiwai Sila II, dan Sila II didasari dan dijiwai oleh Sila I, demikian seterusnya, dan sebagainya.
        Syarat Keempat, bahwa kebenaran ilmu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya pengetahuan yang di susun itu bersifat konsepsional, rasional, dan komprehensif sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang bersifat umum bagi seluruh umat manusia dimanapun, kapanpun, dan dalam waktu apapun. 

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembangunan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang dengan maksud untuk menyejahterakan warganya. Tetapi yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama di negara berkembang disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin banyak dan keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah
Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, maka ada beberapa prinsip kehidupan yang berkelanjutan yang seharusnya diadopsi ke dalam pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tersebut sebagai berikut:

1.      Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan
prinsip ini mencerminkan kewajiban untuk peduli kepada orang lain dan kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, sekarang dan di masa datang.
2.      Memperbaiki kualitas hidup manusia
tujuan pembangunan yang sesungguhnya adalah memperbanyak mutu hidup manusia. Ini sebuah proses yang memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka dan masuk kekehidupan yang bermanfaat dan berkecukupan.
3.      Melestarikan daya hidup dan keanekaragaman bumi.
Prinsip ini menuntut kita untuk:
-          melestarikan sistem-sistem penunjang kehidupan
-          melestarikan keanekaragaman hayati
-          menjamin agar penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan.
4.      Menghindari sumber daya yang tak terbarukan.
Sumber daya yang tak terbarukan adalah bahan-bahan yang tidak dapat digunakan secara berkelanjutan. Tetapi umur mereka dapat diperpanjang dengan cara daur ulang, penghematan, atau dengan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut.  
5.      Berusaha untuk tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi.
Kapasitas daya dukung ekosistem bumi mempunyai batas-batas tertentu. Sampai tingkat tertentu ekosistem bumi dan biosfer masih tahan bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yang membahayakan.
6.      Mengubah sikap dan gaya hidup orang perorang
guna menerapkan etika baru untuk hidup berkelanjutan, kita harus mengkaji ulang tata nilai masyarakat dan mengubah sikap mereka. Masyarakat harus memperkenalkan nilai-nilai yang mendukung etika baru ini dan meninggalkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan falsafah hidup berkelanjutan.  
7.      Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memlihara lingkungan sendiri.
8.      Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan pelestarian.
Dalam hal ini diperlukan suatu program nasional yang dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan.
9.      Menciptakan kerjasama global.
Untuk mencapai keberlanjutan yang global, maka harus ada kerja sama yang kuat dari semua negara. Tingkat pembangunan di setiap negara tidak sama. Negara-negara yang penghasilannya rendah harus dibantu agar bisa membangun secara berkelanjutan.
Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Prinsip-prinsip tersebut mencerminkan pernyataan-pernyataan yang telah sering muncul dalam berbagai pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II


EMPAT PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN MENURUT SUDHARTO P. HADI, Yaitu:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.
    Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan.
Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena sesungguhnya masyarakat adalah para pakar lokal dalam arti lebih memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka.adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan sebagai part of process.
2. Pemeliharaan lingkungan.
   Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, ada dua prinsip penting yaitu prinsip konservasi dan mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait dengan prinsip pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan jika kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu konservasi dimaksudkan untuk perlindungan lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi bermakna ganda. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan dengan pola konsumsi energi yang besar yang menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua, perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang agar mengurangi beban bumi.
3. Keadilan sosial.
Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Kadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian sumber dayaalam antara daerah dan pusat. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini menunjukkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yang harus diatur penggunaannya agar tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.
4. Penentuan nasib sendiri.
Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat mandiri dan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self relient community) adalah masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-sumber daya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengambil bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka.
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan bisa terwujud jika didukung oleh pemerintahan yang baik (good governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan dan kelembagaan.
Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan perilaku dan gaya hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material dan jasa daripada energi dan barang-barang konsumtif.

PEMBANGUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP


Peningkatan usaha pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan sumber daya untuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam lingkungan hidup manusia. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yang terjadi pada salah satu bagian dalam ekosistem yang akan mempengaruhi seluruh bagian. Kita tahu bahwa pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi harus dikembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik dan seefisien mungkin.
Dalam pembangunan, sumber alam merupakan komponen yang penting karena sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tadi hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan kehidupan umat.
Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya.
Hal-hal tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan masalah lingkungan yang masih harus dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hidup.
Maka dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Generasi yang akan datang harus tetap mewarisi suatu alam yang masih penuh sumber kemakmuran untuk dapat memberi kehidupan kepada mereka.
  2. Tetap adanya keseimbangan dinamis diantara unsur-unsur yang terdapat di alam.
  3. Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil tidak sampai merusak terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tersebut.
  4. Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap dengan lingkungan dan terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun kebutuhan spiritual.
            Selain itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan dan penggalian sumber daya alam untuk kehidupan harus disertai dengan:
  1. Strategi pembangunan yang sadar akan permasalahan lingkungan hidup, dengan dampak ekologi yang sekecil-kecilnya.
  2. Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk puluhan tahun yang akan datang (kalau mungkin untuk selamanya).
  3. Eksploitasi sumber hayati didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan menghancurkan daya autoregenerasinya.
  4. Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan penghidupan, hendaknya dengan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungan hingga memberikan keuntungan secara fisik, ekonomi, dan sosial spiritual.
  5. Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tadi, dalam rangka menjaga kelestraian lingkungan.
  6. Pemakaian sumber alam yang tidak dapat diganti, harus sehemat dan seefisien mungkin.